Tugas 7 : Bahasa Indonesia 2
-
Pengertian Timbangan Buku
Tulisan yang
menyajikan sejumlah informasi tentang sebuah buku yang ditinjau dan dinilai
secara isi sebuah buku.
-
Pengertian
Resensi
Resensi berasal
dari bahasa latin ‘recensere’ artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai.
Punya maksud atau makna sejajar dengan review dalam bahasa Inggris (Slamet
Soewandi, 1977). Sedangkan menurut buku “Kamus Istilah Sastra” yang ditulis
oleh Panuti Sudjiman (1984) dijelaskan bahwa resensi berarti hasil pembahasan
dan penilaian yang pendek tentang suatu karya tulis. Jadi, arti resensi mengacu
kepada mengulas sebuah buku. Konteks ini memberi arti penilaian, mengungkap
secara sekilas, membahas, atau mengkritik buku.
-
Timbangan Buku -
Terorisme
Timbangan Buku
Intoleransi
adalah Titik Awal Terorisme
Judul Buku : Dari Radikalisme Menuju Terorisme :
Studi Relasi dan Transformasi Organisasi Islam radikal di Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta.
Penyusun : Tim SETARA Institute
Editor : Ismail Hasani & Bonar Tigor
Naipospos
Penerbit : Pustaka Masyarakat Setara
Edisi : Februari 2012
Tebal Buku : vi + 328 halaman
Buku-buku
tentang terorisme sudah banyak yang diterbitkan. Berbagai analisis dikemukakan
dalam buku-buku yang sudah diterbitkan. Namun buku yang satu ini mempunyai sisi
menarik, karena merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian
yang mengambil fokus tentang Organisasi Islam Radikal di Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta dilakukan dengan mengkombinasikan dua pendekatan, kuantitatif dan
kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan metoda survai dilakukan di dua
wilayah dengan 1.200 responden, dan studi kualitatif dilakukan dengan metoda
wawancara ke berbagai sumber yang relevan. (hal. 4).
Penelitian yang
kemudian menjadi naskah buku ini sejak awal sudah mempunyai tujuan untuk
mengetahui relasi dan transformasi kelompok radikal dengan kelompok teroris,
dan dalam rangka menyusun langkah-langkah deradikalisasi untuk mengikis
radikalisme, memberantas potensi terorisme guna mengokohkan implementasi empat
pilar hidup berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan dan cita-cita
nasional Indonesia. Jadi sejak awal sebelum penulisan buku ini, sudah disadari
bahwa formulasi Empat Pilar Hidup Berbangsa dan Bernegara yang terdiri dari
Pancasila, UUD Negara RI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan
Bhineka Tunggal Ika sebagai tolok ukur penyelenggaraan negara, tetap saja belum
mampu mengatasi berbagai aksi-aksi radikalisme.
Studi yang
dilakukan pun sejak awal sudah mengembangkan asumsi dasar bahwa intoleransi
adalah titik awal dari terorisme, dan terorisme adalah puncak dari intoleransi.
(hal. 187) Bertolak dari asumsi dasar inilah studi dilakukan, sehingga
memang pemikiran-pemikiran mengenai
praktik deradikalisasi dan arah deradikalisasi sangat mendominasi analisis dan
pembuktian-pembuktian dari temuan yang merupakan hasil dari studi ini.
Disebutkan bahwa deradikalisasi bukanlah hal baru bagi Indonesia. Dalam konteks
gerakan Islam Radikal, deradikalisasi terhadap eks NII, Komando Jihad,
Mujahidin Kayamanya, Laskar Jihad, dan Jamaah Tarbiyah merupakan contoh dan
pembelajaran bagi kinerja deradikalisasi yang saat ini gencar dilakukan. (hal.
191).
Tontonan Global
Jika melihat
kecenderungan yang terjadi, para pelaku teror berharap, aksi mereka akan
menjadi “tontonan global” yang disaksikan jutaan orang di mana-mana. Karena,
semakin banyak dan gencar media massa menyebarluaskannya, semakin dahsyat pula
efek negatif yang ditimbulkannya. Jika hal itu tercapai, maka para pelakunya
berharap dapat memperoleh “keuntungan politik” (politicus horrobilis) atau
melakukan “pertukaran politik” (political exchange) demi mencapai tujuannya.
Walter laqueur,
dalam tulisannya berjudul “reflections on terrorism”, yang dimuat di buku yang
berjudul “the global agenda, issues and perspectives”, menyebutkan aksi
terorisme biasanya melibatkan sejumlah orang, tapi hanya dalam kelompok kecil
saja. Sebagai faham, ia meniscayakan kekerasan sebagai jalan untuk mencapai
tujuan-tujuannya, baik yang bersifat politik, agamis, motif balas dendam, dan
lain sebagainya. Karena itulah ia juga dapat digolongkan sebagai kekerasan
kolektif, sedangkan sebagai kejahatan ia merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime). Berdasarkan itu, sebenarnya hal yang wajar jika secara yuridis ia harus
diperhadapkan dengan produk hukum yang “luar biasa” pula.
Dalam perspektif
politik, akar terorisme, salah satunya, adalah ekstremisme. Orang-orang dengan
isme ini merasa atau memikirkan dirinya lebih unggul dari orang-orang lain yang
tidak sama atau sekelompok dengan mereka. Sebaliknya, mereka memandang
orang-orang lain jauh lebih rendah atau dengan cara yang melecehkan.
Sebagaimana temuan studi yang ditulis di buku ini, bahwa intoleransi adalah
titik awal dari terorisme, maka kerja-kerja deradikalisasi tidak cukup hanya
diarahkan terhadap mereka yang menjadi teroris tapi juga terhadap kelompok
organisasi radikal, kelompok intoleran, termasuk masyarakat luas agar tidak
mengikuti pandangan-pandangan radikal dan mengalami transformasi sebagai
teroris. (hal. 193).
Hasil studi
memberikan kesimpulan bahwa program deradikalisasi harus diarahkan secara fokus
kepada tiga kelompok. Pertama adalah masyarakat umum, dengan tujuan untuk
melindungi masyarakat agar tidak mengikuti pandangan-pandangan keagamaan yang
ekslusif dan puritan dan agar tidak ikut terlibat dalam aksi-aksi radikal dan
intoleran. Dalam bahasa BNPT, kegiatan semacam ini masuk dalam kategori kontra
radikalisasi. Yang kedua adalah pada kelompok radikal, yang dimaksudkan untuk
menjinakkan sejumlah ideologi radikal yang diyakini oleh mereka dengan
menggunakan counter narative. Salah satu dari ideologi radikal yang harus
dijinakkan adalah ajaran mati syahid yang disalahpahami oleh para teroris. Dan
yang ketiga adalah kelompok jihadis atau teroris. Deradikalisasi dalam konteks
ini dimaksudkan untuk memutus para mantan teroris dari kelompoknya, hingga
mereka tidak kembali melakukan aksi kekerasan.
Menyelamatkan
Keluarga
Pada bagian
akhir dari buku ini ditegaskan, bahwa kunci utama dari aktor deradikalisasi
adalah pemerintah. Dengan segenap agenda
pembangunan yang dijalankannya, program-program pemerintahan yang mendorong
pembangunan masyarakat yang toleran, moderat dan rukun harus diintensifkan
sebagai bagian dari upaya menekan laju radikalisme dan terorisme. (hal. 201).
Karena deradikalisasi tak hanya dimaksudkan untuk menyelamatkan masyarakat luas
dari aksi-aksi radikalisme dan terorisme, melainkan juga dimaksudkan untuk
menyelamatkan keluarga pelaku aksi kekerasan bahkan juga diri pelaku.
Buku ini
mempunyai kekuatan karena merupakan hasil riset di wilayah penelitian yang
memang sarat dengan kasus-kasus terorisme. Deradikalisai adalah jawabannya.
Namun buku ini juga menunjukkan banyak faktor yang menjadikan deradikalisasi
dalam praktiknya akan mengalami banyak hambatan karena yang dihadapi adalah
“menjinakkan” pemikiran. Terlepas dari ini semua, kehadiran buku ini akan
membuka banyak pemikiran bahwa deradikalisasi harus dijalankan tentu dengan
berbagai hambatan yang harus diupayakan bisa diatasi, karena tujuan utamanya
adalah menjaga tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara. (A. Wahyurudhanto,
dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian - PTIK)
Sumber :
http://wahyurudhanto.blogspot.com/2012/06/timbangan-buku-terorisme.html
http://jams87.wordpress.com/2011/05/10/pengertian-resensitimbangan-bukutimbangan-pustakaperbedaannya-dan-contoh-resensi/
Sumber :
http://wahyurudhanto.blogspot.com/2012/06/timbangan-buku-terorisme.html
http://jams87.wordpress.com/2011/05/10/pengertian-resensitimbangan-bukutimbangan-pustakaperbedaannya-dan-contoh-resensi/