CONTOH TANGGUNG JAWAB
Tanggung Jawab
Dalam Pendidikan
(Bagaimana
Menanamkan Tanggung Jawab Pada Anak)
“Didiklah
anak-anakmu, sebab mereka akan mengalami zaman yang berbeda dengan zaman kamu”
- (hadits) –
Mengapa Pendidikan
Penting?
Pendidikan menjadi
kata kunci di dalam pembentukan diri seseorang. Semenjak Fraire berikrar bahwa
pendidikan adalah tak lain sebagai rangkaian dari proses Humanisasi,
ketiadaanya merupakan hal yang mesti dihindari di dalam membentuk pola
masyarakat yang dinamis dan bermental kuat disamping bermoral terpuji.
Bermula dari
bentuk sederhana proses mendidik pada bangsa Yunani kuno, lambat laun ketika
struktur masyarakat menjurus pada arah yang lebih kompleks, kehadiran
pendidikan melalui wajah ‘institusi’ menjadi keniscayaan. Kehadiran institusi
yang diharapkan mampu menggantikan posisi ayah dan ibu – membimbing, merawat
dan mendidik anak – tak dapat dilepaskan dari pentingnya makna pendidikan itu
sendiri. Penggantian posisi orang tua dalam mendidik anak, dimafhumi sebagai
proses sosial yang memiliki dinamika untuk bergerak. Wujud sekolah sebagaimana
yang kita kenal saat ini merupakan bentuk institusi yang dahulunya bernama
scolae pada bangsa Yunani.
Akan tetapi, yang
perlu menjadi perhatian disini, adalah proses perubahan peran tersebut di dalam
cakupannya yang lebih luas. Di satu sisi, perubahan peran disebabkan oleh suatu
proses sosial, orang tua yang lebih disibukkan oleh aktifitas di luar rumah
dalam mencari nafkah keluarga dibanding dengan kesediaan waktunya untuk
menemani anaknya, di sisi lain perubahan ini pula menjadi dasar bagi kita untuk
menarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah segala-galanya. Dengan demikian kita
melihat bagaimana bangsa Yunani mendudukan pendidikan dalam kaca mata yang
luhur, artinya proses pendidikan sedapat mungkin harus dilakukan oleh orang tua
semenjak dini kepada anak-anaknya.
Sementara itu,
jika peran sosial lebih menuntut orang tua untuk berkiprah diluar, maka
hendaknya proses mendidik anak tidak menjadi terbengkalai. Inipun dengan
catatan, bahwa pergantian peran tersebut hanya sebatas mengisi kekosongan kecil
yang ditinggalkan oleh orang tua bagi anak-anaknya. Sedangkan porsi terbesarnya
tetap dipegang oleh orang tua sebagai pihak yang sangat vital dalam
perkembangan anak.
“Proses” Dalam
Tanggung Jawab
Setiap proses
tentunya terikat oleh ruang dan waktu. Ruang di sini adalah kondisi dimana
terjadi, penciptaan proses, bentuk proses, cara berproses, dan apa yang
diharapkan dari proses itu sendiri. Maksudnya setiap proses yang ada melibatkan
hal-hal diatas, sehingga proses yang berjalan
dilalui secara objektif, dalam artian memasuki wilayah yang rasional, sebagai
bentuk lain dari hubungan kausalitas – sebab dan akibat. Keterikatan proses
dengan waktu juga nampak jelas, sebab proses pada akhirnya akan menuju pada
cita-cita ideal sebagaimana ketika proses itu diciptakan. Artinya, suatu saat
proses tersebut akan berhenti, sebagai tuntutan dari pertanyaan mengenai
berhasil atau tidaknya proses yang dijalani. Sehingga jika proses tersebut
dinilai kurang, maka akan menjadi bahan evaluasi yang harus dilakukan sesegera
mungkin.
Kaitannya dengan tanggung jawab
adalah bahwa tanggung jawab, sebagaimana hal ini juga ingin kita tujukan kepada
diri kita sendiri disamping kepada anak-anak, tentunya terjadi jika melalui
suatu proses tertentu. Proses disini adalah sebuah peristiwa yang tercipta
lewat upaya sadar dengan tujuan keinginan menuai hasil secara baik dari misi
yang kita tanamkan sebelumnya. Dan proses tersebut merupakan rangkaian yang
saling berkaitan serta membutuhkan perjalanan yang cukup panjang. Akan tetapi,
keikatan waktu pada akhirnya yang membatasinya, artinya perlu ada satu standar
yang dapat dijadikan patokan untuk menilai hasil dari proses penanaman tanggung
jawab selama proses tersebut berlangsung.
Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus besar
Bahasa Indonesia W. J. S. Poerwadarminta adalah “keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya” artinya jika ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya. Tanggung jawab ini pula memiliki arti yang lebih
jauh bila memakai imbuhan, contohnya ber-, bertanggung jawab dalam kamus
tersebut diartikan dengan “suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani
mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”.
Dalam artian lain, tanggung jawab meminjam istilahnya Bung Hatta adalah
integritas individual.
Perlu menjadi perhatian utama,
adalah bagaimana membentuk pola pikir anak agar pada suatu saatnya nanti mampu
memiliki integritas – tanggung jawab – baik itu secara pribadi maupun dalam
kehidupan kolektif, sebagaimana hal itu tercantum dalam definisi di atas.
Dengan kata lain, tanggung jawab yang dimaksudkan disini adalah suatu investasi
yang tak ternilai harganya, yang ditanamkan pada seorang anak demi masa
depannya kelak. Dan penanaman tanggung jawab itu sendiri hanya dapat tercapai
jika dijalani lewat proses pendidikan. Pendidikan disini bukanlah pendidikan
sebagaimana pandangan konvensional yang mengatakan bahwa mendidik adalah urusan
sekolah (institusi). Akan tetapi pendidikan yang saya maksudkan adalah
pendidikan yang sebenar-benar pendidikan, yaitu pendidikan yang dilalui
sepanjang hayat, yang dilakukan oleh orang tua semenjak kehadiran anak didunia,
melalui transmisi kasih sayang, kepedulian, kepercayaan, emphati dan kesinambungan
serta pengarahan secara spiritual.
Dengan demikian Humanisasi menjadi
kenyataan, yaitu penciptaan iklim mendidik anak untuk menjadi manusia yang
berbudi, memiliki jiwa, merdeka, mampu menghargai dirinya, dan mampu pula untuk
memaknai akan makna penciptaannya didunia. Artinya pendidikan yang dimaksudkan
disini tak lain merupakan suatu upaya memanusiakan manusia, dan tanggung jawab
merupakan salah satu indikator keberhasilannya.
Memulai Dari Dalam Baru Keluar
Berbicara cara, maka kita memasuki
wilayah epistemologis, tentang bagaimana sesuatu itu memiliki metode, cara dan
bagaimana proses dari bentuk itu bekerja. Tanggung jawab yang menjadi indikator
keberhasilan dari proses pendidikan disini, tentunya tak terlepas dari
kesadaran kita untuk mencoba memaknai wilayah ontologisnya terlebih dahulu
sebelum bermuara pada tataran aksiologisnya – bagaimana hasil atau manfaatnya?.
Dengan kesungguhan dan kerja keras
dari orang tua dalam menanamkan terlebih memberikan contoh tanggung jawab,
bukan tidak mungkin proses yang terikat pada waktu pada akhirnya bermuara pada
kebahagiaan, baik itu kebahagiaan orang tuanya maupun anaknya sendiri. Ada
beberapa contoh konsep yang patut diterapkan didalam memaknai dan
mengimplementasikan bagaimana menanamkan tanggung jawab sekaligus bagaimana
membuat model tanggung jawab itu sendiri bagi anak.
Pertama adalah memulai dari dalam –
jadilah tindakan itu sendiri dan jangan jadi sasaran tindalan. Konsep ini
dicetuskan oleh maestro 7 Habbits Of Highly Effective People. Maksudnya, adalah
bahwa orang tua selaku komponen yang paling vital dalam hal ini, dituntut
bertindak terlebih dahulu sebelum menuntut sesuatu dari anak. Memulai dari
dalam sebelum keluar, adalah membersikan diri terlebih dahulu sebelum
membersihkan hal yang berada diluar, menanamkan tanggung jawab, mengiklaskan
hati, dan menjadikan model dirinya bagi anak-anaknya. Sebab menurut satu
penelitian, bahwa kekuatan yang terpancar secara kuat dari dasar hati, akan
memberikan energi positif, dalam hal ini kepada anak-anaknya. Contohnya adalah
paradgima, jika paradigma orang tua berubah dari tidak percaya kepada anak,
menjadi percaya dan mampu memberikan pengakuan bahwa seorang anak itu memiliki
harga dalam hidup, maka niscaya anak tersebut akan ebrbuat sebagaimana
paradigma tersebut. hal ini dibuktikan Covey kepada anaknya, dari semula
berpandangan negatif menjadi energi positif berupa kepercayaan. Walhasil banyak
hal spektakuler yang dilakukan anaknya (padahal konon anak tersebut sebelumnya
memilki latar belakang sosial yang sangat miskin).
Kedua adalah mengubah konsep
kebergantungan menuju kemandirian. Konsep ini secara implisit dipraktekan Rasul
baik itu kepada anak-anaknya maupun kepada cucu-cucunya. Ketika Rasul
beraktifitas dalam Da’wah kasih sayangnya selalu tercurah kepada cucu-cucu maupun
kepada anaknya. Ia begitu menyayangi anak-anak, sampai-sampai Fathimah
putrinya, selalu ia bela dan ia sanjung-sanjung di depan orang, demikian pula
dengan Husein cucunya, bahkan ia selalu menggendongnya dalam sholat. Akan
tetapi semua unsur kasih sayang tersebut, tidak membuat Rasul lupa, bahwa
keadilan harus tetap menjadi pendidikan utama bagi perkembangan jiwa anak. Hal
ini dibuktikannya ketika ia berkata, jika putriku sendiri yang mencuri maka
akulah orang pertama yang akan memotong tangannya. Dari hal ini terpancar
kearifan jiwa Rasul, ia begitu menyayangi anak-anak, dengan cara menanamkan
mereka kemandirian bukan kemanjaan yang tak beralasan.
Oleh karena itu, investasi terbesar
dari orang tua bagi mereka adalah kepercayaan, harga diri, tanggung jawab,
respect, nilai-nilai budaya dan spiritual serta rasa memiliki diri sendiri.
Ibarat busur, mereka adalah panah yang jauh melesat ke masa depan. Siapkan
pendidikan yang tepat bagi mereka.
OPINI :
Orang
tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari
mereka anak-anak mula-mula menerima pendidikan. Corak pendidikan dalam rumah
tangga secara umum tidak berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang
lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati suasana dan
strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situsi atau iklim
pendidikan.Timbulnya iklim atau suasana tersebut, karena adanya interaksi yaitu hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Sebagai peletak pertama pendidikan, orang tua memegang peranan penting bagi pembentukan watak dan kepribadian anak, maksudnya bahwa watak dan kepribadian tergantung kepada pendidikan awal yang berasal dari orang tua terhadap anaknya.
Orang tua (ayah dan ibu) memegang peranan yang penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak anak lahir, ibu yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu seorang anak pada umumnya lebih cinta kepada ibu karena ibu merupakan orang yang pertama dikenal anak. Maka dari itu ibu harus menanamkan kepada anak, agar mereka dapat mencintai ilmu, membaca lebih banyak, lebih dinamis, disiplin, dan ibu memberikan motivasi yang sehat dan menjadi teladan bagi anak mereka.
Pengaruh ayah terhadap anak juga sangat besar, di mata anak ayah seorang yang terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah melakukan pekerjaan sehari-hari berpengaruh kepada cara kerja anaknya. Dengan demikian tanggung jawab orang tua terhadap anak adalah suatu keniscayaan, apakah tanggung jawab pendidikan itu diakui secara sadar atau tidak diterima sepenuh hati atau tidak hal ini tidak dapat dihindari karena merupakan fitrah yang telah dikodratkan Allah Swt kepada setiap orang tua.
Peranan orang tua selaku pendidik dalam keluarga adalah pangkal ketentraman dan kedamaian hidup, bahkan dalam perspektif Islam keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, melainkan sampai pada lingkungan yang lebih besar dalam arti masyarakat secara luas, yang darinya memberi peluang untuk hidup bahagia atau celaka.
Tanggung jawab yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua kepada anak adalah sebagai berikut:
Memelihara dan membesarkannya.
Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah dari berbagai gangguan, penyakit, atau bahaya lingkungan yang dapat membahayakan dirinya.
Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya.
Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah Swt sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Dengan demikian, orang tua sebagai pendidik utama pertama dan terakhir pada hakikatnya memiliki tanggung jawab yang komprehensip dan sangat kompleks, menyangkut semua aspek kehidupan baik pendidikan jasmani maupun pendidikan rohani dan tanggung jawab tersebut dimanifestasikan melalui pendidikan aqidah, ibadah, akhlak, intelektual, dan kematangan psikis.
Seorang anak apabila telah memasuki usia sekolah menjadi tugas dan tangung jawab orang tua untuk menyerahkan anaknya kepada sekolah. Faktor lain yang menjadi tanggung jawab orang tua adalah menyediakan alat-alat perlengkapan belajar anak di rumah, memperhatikan lingkungan pergaulan, memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaiakan dan mengungkapkan masalahnya.
Dalam hal ini M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Pandangan tersebut di atas menunjukkan betapa perlunya orang tua senantiasa memperhatikan perkembangan dan kemajuan pendidikan anak-anaknya, sebab perhatian dan bimbingan yang cukup dari orang tua sangat menunjang bagi keberhasilan pendidikan anak.
Tanggung
jawab orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya mempunyai dasar yang kuat.
Salah satu wujud nyata dari tanggung jawab yang dimaksud adalah memperhatikan
kebutuhan dalam pendidikan anak-anak mereka, menyediakan sarana dan fasilitas
belajar yang dibutuhkan anak. Semua dilakukan atas dasar kerjasama kedua orang
tua (ayah dan ibu).
Setiap orang tua pasti akan selalu
memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya tidak pandang apa yang harus di
lakukan orang tua kita pasti akan berusaha memeberikannya kepada si anak.
Contohnya setiap orang tua akan bekerja keras demi mendapatkan uang untuk
menyekolahkan anaknya. Orang tua tidak ingin anaknya tidak memiliki pendidikan
dan kehidupan di masa depannya tidak terjamin karna tidak memiliki latar
belakang yang jelas. Sebagai anak kita harusnya tau bahwa orang tua kita
menyekolahkan kita setinggi tinggi mungkin untuk mendapatkan ilmu dan agar menjadi
orang yang bermanfaat di masa depan nanti. Namun terkadang anak-anak sangat
menyepelekan perjuangan orang tua untuk menyekolahkan mereka.
Setiap anak juga pasti ingin
merasakan bersekolah, mendapatkan teman banyak, dan juga memperoleh ilmu yang
bermanfaat. Namun kebanyakan anak hanya ingin bermain dan tidak menganggap
penting bahwa pendidikan itu baik untuk masa depan mereka. Mereka juga tidak
menyadari bahwa menjadi anak itu juga banyak tanggung jawabnya, maksudnya bukan
harus mendapatkan penghasilan dan membiayai isi keluarga, tetapi anak di
sekolahkan oleh orang tuanya itu ada adalah sebuah tanggung jawab. Si anak
harus memperlihatkan bahwa si orang tua tidak salah mencari uang mati-matian
demi menyekolahkan anaknya. Si anak harus membayar tanggung jawab tersebut
dengan menjad anak yang baik dan memperlihatkan banyak prestasi di dalam
sekolahnya. Maka dari itu pun pasti setiap orang tua akan senang dan bangga
juga merasakan tidak salah menyekolahkan anaknya.
Seperti
yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Hasan bin Ali
dalam sebuah hadits: “Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Hasan
bin ‘Ali radhiallahu ‘anhuma mengambil sebiji kurma dari kurma zakat, lalu ia
memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ‘Kih! Kih! (keluarkanlah dan) buanglah kurma itu! Tidakkah engkau
mengetahui bahwa kita tidak boleh memakan barang zakat?’” (HR. Bukhari dan
Muslim)
SUMBER :
http://alike.wordpress.com/2008/08/22/tanggung-jawab-dalam-pendidikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar