Persahabatan Yang Pertama
Jonathan,
anak cowok baru. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, dan wajahnya tampan. Selain
penampilannya yang keren, dia Juga berotak cerdas. Benar-benar cowok sempurna.
Tak heran bila dia menjadi idola banyak teman cewek di sekolah.
Jonathan
memang segalanya, tapi sayang dia cenderung pendiam. Kalau bicara hanya
seperlunya saja. Ia tidak suka bergaul atau berkumpul dengan teman-teman cowok
yang lainnya. Ia Juga tidak pernah mengikuti kegiatan yang diadakan di sekolah.
Oleh karena itu, dia tidak mempunyai teman atau pun sahabat dekat di sekolah.
Jonathan
datang ke sekolah hanya untuk belajar. Pulang sekolah dia langsung kabur entah
kemana. Saat istirahat, dia hanya duduk di dalam kelas sambil membaca buku.
Tidak ada istilah nongkrong di kantin sambil ngobrol dengan sesama teman.
Palingan dia nongkrong di perpustakaan. Menurutku, orang yang tidak gaul
seperti dia mestinya hidup di hutan saja…
Selama
ini Jonathan memang selalu menjadi Juara pertama di kelas. Namun sayang,
kepintarannya itu sepertinya membuat dia Jadi sombong dan suka meremehkan orang
lain. Karena sikapnya itu, aku merasa tertantang untuk mengalahkannya.
Akhirnya,
kesempatan itu datang ketika nilai ulangan matematikaku ternyata lebih tinggi
dari Jonathan. Aku bersyukur karena Pak Abbas, guru matematika, membacakan
nilai matematika di depan kelas, sehingga Jonathan mendengar bahwa nilai
ulangan matematika ku lebih tinggi dari nilainya.
“Yunita
sepuluh, Jonathan delapan!” ucap Pak Abbas.
Memang,
itu pertama kali aku berhasil mengalahkan nilai Jonathan. Kulihat dia seperti
tidak percaya kalau aku bisa mengalahkannya.
Hari
itu aku benar-benar bahagia, karena bisa mengalahkan Jonathan. Aku merasa
berada di atas angin.
Saat
Jam istirahat, aku hendak keluar kelas, tak kusangka Jonathan menghampiriku
sambil menjabat erat tangan ku.
“Selamat
yaa, Mir! Ternyata otakmu boleh Juga!” katanya sambil tersenyum. Senyum
manisnya memang bikin Jantungku berdebar-debar. Tapi, hatiku terlanjur panas
mendengar perkataannya yang bernada meremehkan itu.
“Emang
cuma kamu aja yang bisa mendapat nilai bagus!” kataku sewot.
“Hmm…
aku harus terus bisa mengalahkannya,” tekadku dalam hati. Tadinya aku cuma mau
membuktikan padanya kalau aku Juga bisa mendapat nilai ulangan yang tinggi.
Tapi karena dia meremehkan kemampuanku, akhirnya aku Jadi merasa lebih
tertantang lagi untuk terus mengalahkannya. Sejak itu, aku pun Jadi tambah giat
belajar. aku tidak ingin nilai-nilai ulangan Jonathan lebih tinggi dari nilai
ulanganku. Akhirnya, nilai-nilai ulangan kami Jadi saling bersaing. Kadang
nilaiku lebih tinggi dari Jonathan, kadang nilai Jonathan lebih tinggi dari
nilaiku. Dan sahabat-sahabatku, Martha, Hana, dan Grace ikut memberi semangat
agar aku selalu bisa mengalahkan Jonathan.
“Kau
harus bisa terus mengalahkan Jonathan, Yunita! Mengalahkan nilai-nilainya dan
Juga mengalahkan kesombongannya!” kata Grace memberi semangat kepadaku.
“Ya,
benar Grace. Jonathan memang harus tahu, kalau aku Juga bisa mengalahkannya,”
kataku.
Kini,
untuk menunjang nilai-nilai ku, aku ikut bimbingan belajar. Aku Juga menambah
waktu belajar ku dan banyak membaca buku pengetahuan.
Setiap
pagi, setelah bangun tidur, aku sempatkan diri untuk belajar sebentar. Lalu,
malam hari, waktu belajar aku tambah satu Jam lagi. Aku sampai heran, aku yang
tadinya sangat malas belajar, tidak pernah mempedulikan nilai-nilai ulangan
yang kudapat, kini bisa berubah total. Ini semua gara-gara Jonathan, cowok bule
yang sombong itu. Tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku harus berterima
kasih kepada Jonathan, karena dialah yang telah membuat aku Jadi tambah giat
belajar.
Saat
kenaikan kelas pun tiba. Wali kelasku, Bapak Suryono, mengumumkan murid-murid
yang menjadi Juara kelas.
“Anak-anak,
Bapak akan mengumumkan siapa yang menjadi Juara kelas tahun ini. Kita mempunyai
Juara kelas baru, yaitu… Yunita! Nilai rata-rata Yunita hanya terpaut satu
angka dengan Juara kelas semester lalu, yaitu Jonathan. Jonathan Juara dua dan
Renita Juara tiga. Yunita, Bapak salut padamu, nilai-nilai ulanganmu sekarang
melesat sangat Jauh dibanding semester lalu. Bapak ucapkan selamat buat kalian
bertiga, pertahankan prestasi kalian, ya!” pesan Pak Sur, disambut tepuk tangan
meriah teman-teman sekelas.
“Hebat
kau, Yun! Selamat yaa, kau bisa mengalahkan Jonathan,” ucap Grace sambil
menyalamiku.
Aku
pun sangat gembira dan tidak menyangka kalau akhirnya bisa mengalahkan
Jonathan, si kutu buku itu.
“Selamat,
Yun. aku mengakui kekalahanku. Kau memang hebat dan pantas menjadi Juara.
Maafkan aku, kalau selama ini aku meremehkanmu,” kata Jonathan menyalamiku
dengan tulus. Aku pun menyambut uluran tangannya dengan hangat.
“Eh…
iya, Nat. Seharusnya, aku yang berterima kasih kepadamu, karena waktu itu aku
merasa diremehkan, sehingga aku Jadi tertantang untuk bisa menyaingimu. Aku
Jadi punya semangat belajar yang tinggi untuk membuktikan padamu kalau aku Juga
mampu mendapatkan nilai-nilai sepertimu,” kataku.
“Ya,
aku akui, meskipun aku punya kelebihan, tapi seharusnya aku tidak boleh sombong
dan meremehkan orang lain. Ternyata benar kata orang bijak, di atas langit
masih ada langit. Yunita, kau telah mengalahkan aku dan Juga mengalahkan
kesombonganku,” kata Jonathan merendah sambil tersenyum manis.
“Jonathan,
aku senang kamu sudah menyadari kesalahan mu. Mudah-mudahan kamu bisa mengubah
sikapmu. Kamu harus bisa menjalin persahabatan dengan teman-teman yang lain,
sehingga tidak terkesan sombong,” pesanku.
“Ya,
kau benar. Tetapi… Yun, maukah kau yang pertama menjadi sahabatku?” tanya
Jonathan sambil tersenyum dan menatap tajam wajahku.
“Hmm…
eh… iya.. Nat! aku mau Jadi sahabatmu…” Jawabku agak gugup sambil membalas
senyumanmu. Hatiku pun berbunga-bunga. Bayangkan, siapa sih yang tidak ingin
menjadi sahabat bagi Jonathan yang tampan dan cerdas?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar